Rabu, 27 Juni 2012

BENDUNGAN ASI

Asuhan keperawatan nifas dengan bendungan ASI

Bendungan ASI
Definisi
Bendungan air susu karena penyempitan duktuli laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu, keluhan ibu adalah payudara bengkak, keras, panas, nyeri.

Penanganannya
Sebaiknya selama hamil atau dua bulan terakhir dilakukan masase atau perawatan puting susu dan areola mamae untuk mencegah terjadinya puting susu kering dan mudah mencegah terjadinya payudara bengkak.

Penatalaksanaan
• Mencegah terjadinya payudara bengkak
• Susukan bayi segera setelah lahir
• Susukan bayi tanpa dijadwal
• Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek
• Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan Asi
• Laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan
• Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin
• Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum menyusui
• Untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari puting ke arah korpus mamae
• Ibu harus rileks
• Pijat leher dan punggung belakang

Perawatan payudara
Payudara merupakan sumber yang akan menjadi makanan utama bagi anak. Karena itu jauh sebelumnya harus sesuai dengan pembesaran payudara yang sifatnya menyokong payudara dari bawah suspension bukan menekan dari depan

Kelainan puting susu
• Puting susu bundar dan menonjol
• Puting susu terbenam dan cekung dapat menyulitkan bayi menyusu, hal ini diperbaiki dengan jalan menarik-narik ke luar
• Puting lecet dapat disebabkan teknik menyusui yang salah atau perawatan yang tidak betul pada payudara

Penanganan
• Teknik menyusui yang benar
• Puting harus kering
• Pemberian lanunen dan vitamin E
• Menyusui pada payudara yang tidak lecet, bila lecet hebat maka menyusui dapat ditunda 24-48 jam, ASI dikeluarkan dengan ekspresi dengan tangan atau dipompa


Pencegahan
• Jangan membersihkan puting susu dengan sabun dan zat pembersih lain, hanya dengan air
• Teknik menyusu harus benar
• Puting susu dan areola harus kering setelah menyusui
• Jangan memakai lapisan plastik pada payudara


Diagnosa keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan bendungan ASI

Tujuan :
1. Nyeri berkurang/hilang
2. Ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman
3. Bendungan ASI dapat berkurang/hilang

Intervensi :
1. Ajarkan teknik relasksasi
2. Kompres pada area nyeri
3. Kolaborasi pemberian obat analgetik
4. Lakukan pengurutan yang dimulai dari puting ke arah korpus mamae untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara


Rasional :
1. Teknik relaksasi akan sangat membantu mengurangi rasa nyeri
2. Kompres hangat akan membantu melancarkan peredaran darah pada area nyeri
3. Pemberian obat analgetik bekerja mengurangi rasa nyeri
4. Proses pengurutan akan membantu melancarkan peredaran darah pada area nyeri

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Tujuan :
1. Intake nutrisi adekuat
2. Tidak terjadi penurunan berat badan khususnya selama masa menyusui


Intervensi :
1. Anjurkan pemberian makanan/nutrisi dengan porsi kecil tapi sering
2. Jelaskan pentingnya nutrisi khususnya pada masa menyusui
3. Jika perlu berikan tambahan multi vitamin

Rasional :
1. Porsi kecil tapi sering akan lebih memberikan banyak kesempatan bagi pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
2. Pendidikan kesehatan/penkes mengenai nutrisi akan mendorong pasien untuk lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan nutrisinya
3. Multi vitamin dapat meningkatkan nafsu makan

PSIKOSA POST PARTUM

GANGGUAN PSIKOLOGI POSTPARTUM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Patologi kebidanan adalah salah satu masalah dalam pelayanan kesehatan dan harus dikenali gejalanya sejak dini. Pada bab ini kita sebagai bidan harus bisa mengidentifikasi gangguan psikologi post partum diantaranya depresi post parum, post partum blues, dan post partum psikosa.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang kami angkat yaitu Bagaimana Penanganan Gangguan Psikologi Post Partum.

1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana cara penanganan pada gangguan psikologi post partum.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa itu gangguan psikologi post partum.
b. Mengetahui apa saja gangguan psikologi post partum
c. Mengetahui penyebab gangguan psikologi post partum.
d. Mengetahui gejala pada gangguan psikologi post partum.
e. Mengetahui gambaran klinis gangguan psikologi post partum.
f. Mengetahui pencegahan gangguan psikologi post partum.
g. Mengetahui bagaimana penanganan gangguan psikologi post partum.



1.4 MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan kebidanan.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petugas kesehatan khususnya bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.



BAB II
ISI

2.1 DEPRESI PASCA KELAHIRAN (POST PARTUM BLUES)
2.1.1 PENGERTIAN POST PARTUM BLUES
Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelahh persalinan.

2.1.2 PENYEBAB POST PARTUM BLUES
Dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan, tetapi bila tidak ditatalaksanai dengan baik dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis salin yang mempunyai dampak lebih buruk terutama dalam hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anknya.

2.1.3 GEJALA POST PARTUM BLUES
Gejala-gejala yang terjadi:
a. Reaksi depresi/sedih/disforia
b. Menangis
c. Mudah tersinggun atau iritabilitas
d. Cemas
e. Labil perasaan
f. Cendrung menyalahkan diri sendiri
g. Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
2.1.4 GAMBARAN KLINIK, PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN
Banyak factor yang dianggap mendukung pada sindroma ini:
1. Faktor hormonal yang terlalu rendah
2. Faktor demografik yaitu umur dan parietas
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
4. Latar belakan psikososial yang bersangkutan
Cara mengatasinya adalah dengan mempersiapkan persalinan dengan lebih baik, maksudnya disini tidak hanya menekankan pada materi tapi yang lebih penting dari segi psikologi dan mental ibu.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan:
1. Beristirahat ketika bayi tidur
2. Berolah raga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
3. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
4. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
5. Bersikap fleksibel dan bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru
6. Kempatan merawat bayi hanya datang satu kali

2.2 DEPRESI POST PARTUM
2.2.1 PENGERTIAN DEPRESI POST PARTUM
Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun bahkan sampai 1 tahun kedepan.
Pitt tahun 1988 dalam Pitt(regina dkk,2001) depresi post parum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan libido(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita tersebut secara social dan emosional meras terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post partum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun.

2.2.2 PENYEBAB DEPRESI POST PARTUM
Disebabkan karena gangguan hormonal. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid dan progesterone.
Pitt(regina dkk,2001) mengemukakan 4 faktor penyebab depresi post partum:
1. Faktor konstitusional
2. Faktor fisik yang etrjadi karena ketidakseimbangan hormonal
3. Faktor psikologi
4. Faktor sosial dan karateristik ibu

2.2.3 GEJALA DEPRESI POST PARTUM
Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu:
1. Berkurangnya energi
2. Penurunan efek
3. Hilang minat (anhedonia)
Ling dan Duff(2001) mengatakan bahwa gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan spesifik antara lain:
1. Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi
2. Kelelahan dan perubahan mood
3. Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
4. Tidak mau berhubungan dengan orang lain
5. tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.

2.2.4 GAMBARAN KLINIK, PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN
Monks dkk (1988) mengatakan depresi post partum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti labilitas efek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan-bulan.
Faktor resiko:
1. Keadaan hormonal
2. Dukungan sosial
3. Emotional relationship
4. Komunikasi dan kedekatan
5. Struktur keluarga
6. Antropologi
7. Perkawinan
8. Demografi
9. Stressor psikososial dan lingkungan
Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen.
Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk:
1. Beristirahat dengan baik
2. Berolahraga yang ringan
3. Berbagi cerita dengan orang lain
4. Bersikap fleksible
5. Bergabung dengan orang-oarang baru
6. Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis

2.3 POST PARTUM PSIKOSA
2.3.1 PENGERTIAN POST PARTUM PSIKOSA
Post partum psikosa dalah depresi yang terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan.

2.3.2 PENYEBAB POST PARTUM PSIKOSA
Disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa.

2.3.3 GEJALA POST PARTUM PSIKOSA
Gejala yang sering terjadi adalah:
1. Delusi
2. Halusinasi
3. Gangguan saat tidur
4. Obsesi mengenai bayi

2.3.4 GAMBARAN KLINIK, PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN
Pada wanita yang menderita penyakit ini dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke kegusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu singkat. Penderita kehilangan semangat dan kenyamanan dalam beraktifitas,sering menjauhkan diri dari teman atau keluarga, sering mengeluh sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar-berdebar serta nafas terasa cepat.
Untuk mengurangi jumlah penderita ini sebagai anggota keluarga hendaknya harus lebih memperhatikan kondisi dan keadaan ibu serta memberikan dukungan psikis agar tidak merasa kehilangan perhatian.
Saran kepada penderita untuk:
1. Beristirahat cukup
2. Mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang
3. Bergabung dengan orang-orang yang baru
4. Bersikap fleksible
5. Berbagi cerita dengan orang terdekat
6.Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis



BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Gangguan psikologi post partum diantaranya depresi post parum, post partum blues, dan post partum psikosa.
Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelahh persalinan.
Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun bahkan sampai 1 tahun kedepan.
Post partum psikosa dalah depresi yang terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan.



3.2 SARAN
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan kebidanan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Bagi Petugas – petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan luka perineum untuk mencegah infeksi.

DEPRESI POSTPARTUM

DEPRESI POSTPARTUM



  1. I. PENDAHULUAN
Secara umum sebagian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan. Bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan.(1,2)
Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan adalah masa–masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun – tahun lamanya.(1,2)
Ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis.
Postpartum blues atau sering disebut juga sebagai maternity blues yaitu kesedihan pasca persalinan yang bersifat sementara. Postpartum depression yaitu depresi pasca persalinan yang berlangsung saat masa nifas, dimana para wanita yang mengalami hal ini kadang tidak menyadari bahwa yang sedang dialaminya merupakan penyakit. Postpartum psychosis, dalam kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca melahirkan.(3)
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.(1,4)

  1. II. DEPRESI POST PARTUM
Depresi postpartum terjadi dalam 10-15% wanita pada populasi umum. Depresi postpartum paling sering terjadi dalam 4 bulan pertama setelah melahirkan, tetapi dapat terjadi kapan pun pada tahun pertama. Depresi postpartum tidak berbeda dari depresi yang dapat terjadi setiap saat lainnya dalam kehidupan wanita. Masa pasca-melahirkan adalah waktu yang paling rentan bagi wanita untuk mengembangkan penyakit kejiwaan. Wanita yang menderita 1 episode depresi mayor setelah melahirkan memiliki risiko kekambuhan sekitar 25%.(4,5,7,8)
Perempuan resiko tertinggi adalah mereka dengan sejarah pribadi depresi, episode sebelumnya depresi pasca melahirkan, atau depresi selama kehamilan. Selain memiliki riwayat depresi, kehidupan yang penuh stress akhir-akhir ini, stres sehari-hari seperti perawatan anak, kurangnya dukungan sosial (terutama dari pasangan), kehamilan yang tidak diinginkan, dan status asuransi telah divalidasi sebagai faktor risiko. (4,5,7,8)
Biasanya, depresi pasca melahirkan berkembang secara diam-diam selama 3 bulan pertama pasca melahirkan, meskipun gangguan tersebut mungkin memiliki onset yang lebih akut. Depresi postpartum lebih persistent dan melemahkan daripada postpartum blues.(4,5,7,8)

  1. III. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN DEPRESI POST PARTUM
Depresi postpartum tidak berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan emosional. Penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah adanya ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan dan persalinan. Faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. (2,5,7)
Perempuan yang memiliki riwayat masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi. Karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan. (2,5,7)
Depresi pascasalin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (2,5,6,9)
  1. Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
  2. Karakteristik ibu, yang meliputi :
  3. Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
  4. Faktor pengalaman. Depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres.
  5. Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka.
  6. Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
  7. Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi postpartum adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu.

  1. IV. GEJALA-GEJALA DEPRESI POST PARTUM
Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai psikopatologi yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir dengan kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan. Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan umum seperti : sukar tidur, merasa bersalah,  kelelahan,  sukar  konsentrasi, hingga pikiran  mau bunuh  diri. Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri, waham–waham paranoid dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain : (4,5,7)
  1. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi – mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
  2. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
  3. Fobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum.
  4. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.
  5. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu.
  6. Perubahan mood. Depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi bayinya. Depresi postpartum sering disertai gangguan nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian.

  1. V. PENATALAKSANAAN
Singkirkan penyebab fisik untuk gangguan mood (misalnya, disfungsi tiroid, anemia). Evaluasi awal termasuk riwayat kesehatan menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium rutin. Tingkat keparahan penyakit akan menentukan terapi yang tepat. (2,5,7,9)
Strategi pengobatan non-farmakologis berguna untuk wanita dengan gejala depresi ringan sampai sedang. Psikoterapi individu atau kelompok (kognitif-perilaku dan terapi interpersonal) adalah sangat efektif. (2,5,7,9)
Psychoeducational atau dukungan kelompok juga dapat membantu. Modalitas ini dapat sangat menarik bagi ibu yang menyusui dan yang ingin menghindari minum obat.(2,5,7,9)
Strategi farmakologis yang diindikasikan untuk gejala depresi sedang sampai berat atau ketika seorang wanita tidak merespon pengobatan non-farmakologis. Obat juga dapat digunakan dalam hubungannya dengan terapi non-farmakologis. (2,5,7,9)
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) adalah agen lini pertama dan efektif pada wanita dengan depresi pasca-melahirkan. Gunakan dosis antidepresan standar, misalnya, fluoxetine (Prozac) 10-60 mg/hari, sertraline (Zoloft) 50-200 mg/hari, paroxetine (Paxil) 20-60 mg/hari, citalopram (Celexa) 20-60 mg/hari , atau escitalopram (Lexapro) 10-20 mg/hari. Efek samping obat kategori ini termasuk insomnia, mual, penurunan nafsu makan, sakit kepala, dan disfungsi seksual. (2,5,7,9)
Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs), seperti venlafaxine (Effexor) 75- 300 mg/hari atau duloxetine (Cymbalta) 40-60 mg/hari, juga sangat efektif untuk depresi dan kecemasan. (2,5,7,9)
Antidepresan trisiklik (misalnya, Nortriptilin 50-150 mg/hari) mungkin berguna bagi wanita dengan gangguan tidur, walaupun beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan lebih merespon obat kategori SSRI. Efek samping dari antidepresan trisiklik termasuk mengantuk, berat badan bertambah, mulut kering, sembelit, dan disfungsi seksual. (2,5,7,9)
Biasanya, gejala mulai berkurang dalam 2-4 minggu. Dan penyembuhan total dapat berlangsung beberapa bulan. Pada sebagian responden, meningkatkan dosis dapat membantu. (2,5,7,9)
Obat anxiolytic seperti lorazepam dan clonazepam mungkin berguna sebagai pengobatan adjunctive pada pasien dengan kecemasan dan gangguan tidur. Data awal menunjukkan bahwa estrogen, sendiri atau kombinasi dengan antidepresan, mungkin bermanfaat, namun tetap antidepresan menjadi lini pertama pengobatan. (2,5,7,9)
Jika ini adalah episode pertama dari depresi, pengobatan selama 6-12 bulan dianjurkan. Untuk wanita dengan depresi mayor berulang, diindikasikan perawatan pengobatan jangka panjang dengan antidepresan. (2,5,7,9)
Kegagalan untuk mengobati atau pengobatan yang tidak adekuat dapat mengakibatkan memburuknya hubungan antara ibu dan bayi atau pasangan. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko morbiditas pada ibu dan bayi, serta kompromi sosial dan pengembangan pendidikan sang bayi. Semakin cepat pengobatan maka semakin baik prognosisnya. Rawat Inap mungkin diperlukan untuk depresi pascamelahirkan yang parah. (2,5,7,9)

  1. VI. PROGNOSIS
Identifikasi dan intervensi secara dini prognosenya pada wanita yang mengalami depresi postpartum adalah baik. Beberapa kasus yang pernah dilaporkan tertangani dengan baik jika efek depresi post partum ini diketahui sejak awal. Pencegahan yang paling utama adalah informasi tentang faktor resiko terjadinya depresi postpartum di masyarakat sebagai nilai penting untuk mencegah terjadinya depresi ini. Skrining awal terjadinya depresi postpartum ini dapat diketahui saat ibu membawa bayinya pada tempat pelayanan kesehatan untuk dilakukan imunisasi sehingga pencegahan terjadinya depresi postpartum dan depresi secara umum dapat dihindari.(3,5)


  1. VII. KESIMPULAN
    1. Deteksi dini depresi post partum dapat dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan ibu hamil dan imunisasi.
    2. Depresi post partum dapat dicegah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya ibu hamil tentang faktor resiko terjadinya depresi.
    3. Pengobatan farmakologis dan non-farmakologis sangat diperlukan bagi wanita atau ibu dengan depresi post partum.

Manual Plasenta

Pengertian, Fungsi Plasenta dan Tali Pusar, dan Manual Plasenta

Plasenta atau ari-ari merupakan sebuah organ yang sangat luar biasa, dan hanya sedikit ibu yang pernah melihatnya. Mereka tahu keberadaannya namun  hanya sebagian kecil yang menanyakan atau memperhatikan kumpulan jaringan pendukung utama kehidupan bayi di dalam rahim. Plasenta terdiri dari 200 lebih pembuluh dan vena halus,berbentuk mirip gumpalan hati mentah. Permukaan maternal yang menempel pada rahim, tampak kasar dan berongga. Warnanya merah tua dan terbagi dalam 15-20 tonjolan cotyledon, yang merupakan villi atau tonjolan berbentuk jari. Permukaan fetus amat lembut, dengan tali pusar biasanya terdapat di bagian tengah. Bila tali pusar di bagian pinggir disebut battledore plasenta. Plasenta yang sudah dewasa, berbentuk seperti piringan datar. Beratnya sekitar 500 gram, diameternya 20 cm (8 inci) tebal bagian tengahnya 2,5 cm (1 inci). Ukuran dan berat plasenta disesuaikan dengan ukuran janin. Plasenta biasanya berada pada bagian atas rahim, tapi bila terdapat di bagian bawah, maka disebut Plasenta Previa (Baca: Placenta previa).

Tugas-tugas plasenta
Plasenta memiliki  empat fungsi :
  • Berfungsi mengirimkan gizi dan oksigen dari darah ibu pada janin.
  • Membawa karbondioksida dan sisa-sisa pembuangan janin kembali ke darah ibu.
  • Membentuk penahanan untuk infeksi dan obat-obatan tertentu. Tapi virus rubella dan aspirin dosis tinggi  dapat menembus pertahanan plasenta. Antibodi dari darah ibu  juga dapat menembus plasenta dan memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu sesaat  setelah persalinan.
  • Mengeluarkan hormon, terutama human chorionic gonadotrophin (HCG), progesteron dan oestrogen
Semuanya penting untuk kelangsungan hidup dinding rahim, pertumbuhan rahim dan payudara.

Tali Pusar  
Tali pusar tampak mengkilap dan berwarna kebiru-biruan, didalamnya terlihat pembuluh darah yang dilindungi  dan didukungnya. Vena tali pusar yang besar bertugas membawa darah berisi gizi dan oksigen dari plasenta, serta dua arteri tali pusar yang melingkari vena membawa darah yang sudah ter-deoksidasi serta sisa-sisa dari etus menuju plasenta. Semuanya dikelilingi bahan seperti  jeli yang disebut Wharton jelly.Tali pusar mulai memuntir dengan sendirinya, dan saat persalinan sudah terdapat  sekitar 40 lingkaran. Bukan hal aneh pula bila tali pusar membelit bayi. Tali pusar akan tetap kaku, akibat aliran darah didalamnya. Panjangnya rata-rata  50cm, meskipun sebenarnya bervariasi  antara 200cm hingga 7,5 cm. Ketebalannya sekitar  12mm, namun tidak merata karena adanya benjolan kecil  yang disebut false knot. Hal itu mungkin karena tidak samanya pembuluh darah atau meningkatnya gumpalan wharton jelly.

True knot juga bisa terjadi akibat gerakan fetus namun selama tidak tertarik terlalu kuat tak akan ada efek pada sirkulasinya. Tali pusar terlalu pendek dapat menyulitkan kelahiran seorang bayi, sebaliknya, jika terlalu panjang dapat jatuh" ke ruang vagina mendahului kepala bayi. Tali yang panjang cenderung melilit tubuh bayi, tapi bahaya akan timbul bila lilitannya terlalu kencang. Begitu kepalanya keluar, leher bayi umumnya diperiksa untuk meyakinkan bahwa tali pusar tidak membelitnya. Jika terjadi demikian, maka tali pusat akan diurai melalui kepalanya atau dijepit dan dipotong. Meskipun USG sulit mendeteksi tali pusar, namun posisi plasenta lebih mudah dilihat dan bila perlu dilakukan operasi caesar.
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk  melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
  1. Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
  1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a)  Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b)  Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium
c) Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki miometrium
d) Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
  1. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
  2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
  3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
  4. Darah penderita terlalu banyak hilang,
  5. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,
  6. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
  7. Patofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
  • Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
  • Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
  • Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
  • Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
  1. Tanda dan Gejala Manual Plasenta
    1. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
    2. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
    3. Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
    4. Placenta tidak segera lahir > 30 menit.
    5. E. Teknik Manual Plasenta
Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh dilakukan secara kasar.
Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
 
Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
PROSEDUR KLINIK MANUAL PLASENTA
Persetujuan Tindakan Medik
Informed consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap tindakan medic yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan. Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
Persiapan Sebelum Tindakan
  • Pasien
    • Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
    • Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
    • Siapkan kain alas bokong, sarrung kaki dan penutup perut bawah
    • Medikamentosa
      • Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
      • Sedative (Diazepam 10 mg)
      • Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
      • Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
      • Cairan NaCl 0,9% dan RL
      • Infuse Set
      • Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
      • Oksigen dengan regulator
  • Penolong
  • Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
  • Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
  • Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
  • Instrument
  • Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
  • Mangkok tempat plasenta : 1
  • Kateter karet dan urine bag : 1
  • Benang kromk 2/0 : 1 rol
  • Partus set
 
Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
 
  • Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri
    • Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet infuse.
    • Lakukan kateterisasi kandung kemih.
    • Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.
    • Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
    • Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
    • Secara obstetric maukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
    • Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
    • Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
    • Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
    • Melepas Plasenta dari Dindig Uterus
      • Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
      • Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
      • Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke dinding dalam uterus.
      • Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
      • Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan   penanganan yang sesuai bila terjadi penyuliit.
 
Mengeluarkan Plasenta
  • Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
  • Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan.
  • Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah).
  • Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
  • Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasenta lahir.
  • Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar
 
Dekontaminasi Pasca Tindakan
Alat-alat yang digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di guanakan penolong ke dalam larutan antiseptic
  • Cuci Tangan Pascatindakan
  • Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.
  • Perawatan Pascatindakan
    • Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
    • Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan d dalam kolom yang tersedia.
    • Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
    • Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah seesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
    • Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan.(Di Rumah Sakit)
 
Kesimpulan
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri.
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Saran
Masyarakat Luas Masyarakat maupun ibu-ibu dalam masa kehamilannya, dapat menjaga kesehatan selama hamil dengan maksimal, makan-makanan yang bergizi, konsumsi Fe dan istirahat yang cukup agar selama proses persalinan tidak terjadi kegawatan. Serta mampu memahami alasan dilakukannya manual plasenta apabila plasenta belum lahir > 30 menit setelah bayi lahir dan terjadi perdarahan agar dapat menyelamatkan pasien sesegera mungkin.
Petugas Kesehatan Petugas kesehatan harus mengetahui sedini mungkin penyebab plasenta tidak lahir segera setelah bayi lahir, serta melakukan tindakan segera apabila pasien mengalami perdarahan kala III, dan merupakan indikasi untuk dilakukanya manual plasenta dan untuk menurunkan angka kematian ibu.

Infeksi Nifas

Pengertian Infeksi Nifas

Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang masuk ke dalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas.
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38 derajat Celsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama (Joint Committee on Maternal Welfare, AS).

Insidensi Infeksi Nifas

Infeksi nifas terjadi 1-3 %. Infeksi jalan lahir 25-55 % dari semua kasus infeksi.

Penyebab Infeksi Nifas

Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ kandungan maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya kuman ke dalam organ kandungan terbagi menjadi:
  1. Ektogen (kuman datang dari luar)
  2. Autogen (kuman dari tempat lain)
  3. Endogen (kuman dari jalan lahir sendiri)
Selain itu, infeksi nifas dapat disebabkan oleh:
  1. Streptococcus Haemolyticus Aerobic
  2. Staphylococcus Aerus
  3. Escheria Coli
  4. Clostridium Welchii
Streptococcus Haemolyticus Aerobic
Streptococcus Haemolyticus Aerobic merupakan penyebab infeksi yang paling berat. Infeksi ini bersifat eksogen (misal dari penderita lain, alat yang tidak steril, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
Staphylococcus Aerus
Cara masuk Staphylococcus Aerus secara eksogen, merupakan penyebab infeksi sedang. Sering ditemukan di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampak sehat.
Escheria Coli
Escheria Coli berasal dari kandung kemih atau rektum. Escheria Coli dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium. Kuman ini merupakan penyebab dari infeksi traktus urinarius.
Clostridium Welchii
Clostridium Welchii bersifat anaerob dan jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan persalinan ditolong dukun.

Patofisiologi Infeksi Nifas

Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di daerah bekas insersio (pelekatan) plasenta. Insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi oleh trombus. Selain itu, kuman dapat masuk melalui servik, vulva, vagina dan perineum.

Cara Terjadi Infeksi

Infeksi nifas dapat terjadi karena:
  1. Manipulasi penolong yang tidak steril atau pemeriksaan dalam berulang-ulang.
  2. Alat-alat tidak steril/ suci hama.
  3. Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat yang terkontaminasi.
  4. Infeksi nosokomial rumah sakit.
  5. Infeksi intrapartum.
  6. Hubungan seksual akhir kehamilan yang menyebabkan ketuban pecah dini.

Faktor Predisposisi Infeksi Nifas

Faktor predisposisi infeksi nifas antara lain:
  1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan banyak, pre eklampsia, malnutrisi, anemia, infeksi lain (pneumonia, penyakit jantung, dsb).
  2. Persalinan dengan masalah seperti partus/persalinan lama dengan ketuban pecah dini, korioamnionitis, persalinan traumatik, proses pencegahan infeksi yang kurang baik dan manipulasi yang berlebihan.
  3. Tindakan obstetrik operatif baik per vaginam maupun per abdominal.
  4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam rongga rahim.
  5. Episiotomi atau laserasi jalan lahir.

Tanda dan Gejala Infeksi Nifas

Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas antara lain demam, sakit di daerah infeksi, warna kemerahan, fungsi organ terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas adalah sebagai berikut:
  1. Infeksi lokal
  2. Infeksi umum

Infeksi lokal

Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lokia bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu badan meningkat.

Infeksi umum

Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun, nadi meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, kesadaran gelisah sampai menurun bahkan koma, gangguan involusi uteri, lokia berbau, bernanah dan kotor.

Klasifikasi Infeksi Nifas

Penyebaran infeksi nifas terbagi menjadi 2 golongan yaitu:
  1. Infeksi terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium.
  2. Infeksi yang penyebarannya melalui vena-vena (pembuluh darah).
  3. Infeksi yang penyebarannya melalui limfe.
  4. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium.

Infeksi pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium

Penyebaran infeksi nifas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium meliputi:
  1. Vulvitis
  2. Vaginitis
  3. Servisitis
  4. Endometritis

Vulvitis

Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca melahirkan terjadi di bekas sayatan episiotomi atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah.

Vaginitis

Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca melahirkan terjadi secara langsung pada luka vagina atau luka perineum. Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah dari daerah ulkus.

Servisitis

Infeksi yang sering terjadi pada daerah servik, tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.

Endometritis

Endometritis paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah

Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah adalah Septikemia, Piemia dan Tromboflebitis pelvica. Infeksi ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.

Septikemia

Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toksinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah dan menyebabkan infeksi.
Gejala klinik septikemia lebih akut antara lain: kelihatan sudah sakit dan lemah sejak awal; keadaan umum jelek, menggigil, nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih; suhu meningkat antara 39-40 derajat Celcius; tekanan darah turun, keadaan umum memburuk; sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.

Piemia

Piemia dimulai dengan tromflebitis vena-vena pada daerah perlukaan lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil yang dibawa ke peredaran darah, kemudian terjadi infeksi dan abses pada organ-organ yang diserangnya.
Gejala klinik piemia antara lain: rasa sakit pada daerah tromboflebitis, setelah ada penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas; hasil laboratorium menunjukkan leukositosis; lokia berbau, bernanah, involusi jelek.

Tromboflebitis

Radang pada vena terdiri dari tromboflebitis pelvis dan tromboflebitis femoralis. Tromboflebitis pelvis yang sering meradang adalah pada vena ovarika, terjadi karena mengalirkan darah dan luka bekas plasenta di daerah fundus uteri. Sedangkan tromboflebitis femoralis dapat menjadi tromboflebitis vena safena magna atau peradangan vena femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat parametritis. Tromboflebitis vena femoralis disebabkan aliran darah lambat pada lipat paha karena tertekan ligamentum inguinale dan kadar fibrinogen meningkat pada masa nifas.

Infeksi nifas yang penyebaran melalui jalan limfe

Infeksi nifas yang penyebarannya melalui jalan limfe antara lain peritonitis dan parametritis (Sellulitis Pelvika).

Peritonitis

Peritonitis menyerang pada daerah pelvis (pelvio peritonitis). Gejala klinik antara lain: demam, nyeri perut bawah, keadaan umum baik. Sedangkan peritonitis umum gejalanya: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum douglas, defense musculair, fasies hypocratica. Peritonitis umum dapat menyebabkan kematian 33% dari seluruh kamatian karena infeksi.

Parametritis (sellulitis pelvika)

Gejala klinik parametritis adalah: nyeri saaat dilakukan periksa dalam, demam tinggi menetap, nadi cepat, perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat teraba selama periksa dalam. Infiltrat terkadang menjadi abses.

Infeksi nifas yang penyebaran melalui permukaan endometrium

Infeksi nifas yang penyebaran melalui permukaan endometrium adalah salfingitis dan ooforitis. Gejala salfingitis dan ooforitis hampir sama dengan pelvio peritonitis.

Pencegahan Infeksi Nifas

Infeksi nifas dapat timbul selama kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga pencegahannya berbeda.

Selama kehamilan

Pencegahan infeksi selama kehamilan, antara lain:
  1. Perbaikan gizi.
  2. Hubungan seksual pada umur kehamilan tua sebaiknya tidak dilakukan.

Selama persalinan

Pencegahan infeksi selama persalinan adalah sebagai berikut:
  1. Membatasi masuknya kuman-kuman ke dalam jalan lahir.
  2. Membatasi perlukaan jalan lahir.
  3. Mencegah perdarahan banyak.
  4. Menghindari persalinan lama.
  5. Menjaga sterilitas ruang bersalin dan alat yang digunakan.

Selama nifas

Pencegahan infeksi selama nifas antara lain:
  1. Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
  2. Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
  3. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu nifas yang sehat.
  4. Membatasi tamu yang berkunjung.
  5. Mobilisasi dini.

Pengobatan Infeksi Nifas

Pengobatan infeksi pada masa nifas antara lain:
  1. Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
  2. Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
  3. Memberi antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil laboratorium.
  4. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.

Pengobatan Kemoterapi dan Antibiotika Infeksi Nifas

Infeksi nifas dapat diobati dengan cara sebagai berikut:
  1. Pemberian Sulfonamid – Trisulfa merupakan kombinasi dari sulfadizin 185 gr, sulfamerazin 130 gr, dan sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian peroral.
  2. Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM, penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1 gr setiap 6 jam IM ditambah ampisilin kapsul 4×250 gr peroral.
  3. Tetrasiklin, eritromisin dan kloramfenikol.
  4. Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan.
  5. Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.